Kampar, MetroNasional- Pembangunan jalan semenisasi di RT 04 RW 02 Dusun I Teratak yang sudah puluhan tahun dibangun oleh Pemerintahan Desa Teratak, Kecamatan Rumbio Jaya, Kabupaten Kampar menimbulkan polemik. Hal tersebut dipicu adanya salah seorang masyarakat Desa Teratak yang membangun pondasi rumah di badan jalan Desa tersebut.
Menyikapi hal tersebut, salah seorang warga RT 04 RW 02 Dusun I Teratak yang akrab disapa Gadi mewakili masyarakat setempat menyampaikan, tidak setuju menerima jalan yang dibangun dia.
"Pertama jalan ini dekat ke rumah saya, kedua masyarakat lewat jalan disini mau pergi ke Masjid dekat. Sekarang kami memohon, dikembalikan lagi jalan itu seperti semula. Kayak mana jalan itu kemarin, itulah permintaan kami bersama - sama.
Kemudian jalan ini semenjak nenek moyang kami sudah ada. Itu karena sudah ada bantuan dari pemerintah dibangunlah oleh pak Muaslam semasa dia menjabat Kepala Desa Teratak. Kalau tanah itu dicari - cari asal usulnya. Tentu ninik mamak yang punya, mamak pisoko, mamak persukuan. Sekarang kami berharap kepada instansi terkait tolong dikembalikan jalan itu seperti semula," pinta Gadi. Selasa, (05/11/24).
Sementara itu, H. Muaslam mantan Kepala Desa Teratak periode tahun 2007 - 2013 yang saat ini menjabat sebagai Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Teratak saat dikonfirmasi awak media di kediamannya menjelaskan, "sebetulnya saya ada rasa kecewa ya atas keputusannya untuk memberikan jalan dua meter itu.
Saya selaku mantan Kepala Desa Teratak tentu kecewa, kenapa demikian? Karena jalan itu dibangun pada saat saya menjadi Kepala Desa, sekarang bisa kita lihat ke lapangan. Apakah bangunan kios atau ruko itu di atas jalan yang saya bangun pada saat saya menjadi Kepala Desa.
Kalau nanti di lapangan kita lihat bangunan itu berdiri di atas jalan yang saya bangun ketika menjadi Kepala Desa, karena sudah diluncurkan dana pemerintah disana itu yang membuat saya kecewa. Pada saat saya menjadi Kepala Desa itu dana blokren namanya.
Belum seperti sekarang ini, kalau dulu blokren itu hanya Rp 100 juta untuk pembangunan fisik disitu juga, untuk gaji perangkat Desa disitu juga. Jadi sangat sedikit sebetulnya dana yang dibangunkan ke situ, bahkan ada juga masayarakat yang ikut membantu kita dengan memberikan semen. Jadi berdasarkan pembangunan itu dulu, dibangun atas gotong royong masyarakat, pemerintahan Desa hanya menyediakan bahan pada waktu itu," jelasnya.
Selanjutnya ditambahkannya, "saya atas nama Ketua BPD pernah suatu ketika dipanggil oleh pak Kepala Desa untuk menyelesaikan persoalan itu.
Karena sudah ada terjadi insiden, ada semacam boplang bangunan pada saat membangun pondasi kios atau ruko itu, terlebih dahulu tukangnya bangun boplangnya, pada saat itu saya tidak tahu juga. Disitu ada polisi, kemudian saya ditelepon oleh Bhabinkamtibmas untuk datang ke lokasi. Namun saya saat itu tidak mau datang ke lokasi, karena saya takut nanti kalau di lokasi terjadi apa - apa," ujarnya.
"Kemudian saya arahkan, kalau memang mau berunding kita pertemuannya di kantor Desa. Dan alhamdulillah, kita bertemu di aula kantor Desa Teratak.
Pada saat itu saya memberikan keterangan, bahwa jalan itu dibangun pada saat saya menjadi Kepala Desa. Yang menjadi persoalan sekarang, kita bisa melihat dengan kasat mata.
Apakah bangunan itu berdiri diatas semenisasi yang pernah saya buat dulu? Yang pernah dilontorkan dana Desa kesitu? Kalau itu terjadi, tentu menurut pandangan saya. Itu sudah menyalahi daripada ketentuan yang berlaku, karena sudah masuk dana negara disitu. Tentu kita lakukan penyelesaiannya secara persuasif, sebagaimana di Desa kita ini. Iya kalau memang tanah itu katakanlah kalau orang kita bilang tanah soko, tentu kita panggil siapa yang mempunyai soko ini? Siapa laki - laki tempat kita berunding di tanah soko tersebut? Dan kemudian nenek mamak nya siapa? Kita ajak berunding, kemudian termasuk saya selaku Ketua Badan Permusyawaratan Desa tentu kita akan bermusyawarah, Kepala Desa, Nenek Mamak yang punya soko, dan laki - laki ataupun kakak, saudara daripada yang punya tanah tersebut. Karena tanah ini bukan dibeli oleh yang membangun ruko sekarang, tapi sepengetahuan saya tanah itu adalah tanah soko.
Kalau orang bilang tanah soko itu tanah yang turun temurun. Bukan pembelian dia. Jadi untuk penyelesaiannya, kalau saya berpendapat. Musyawarah melibatkan siapa yang punya soko, nenek mamak kita libatkan, Perangkat Desanya, termasuk saya selaku Ketua BPD. Itu harus dilaksanakan, seperti itu.
Kapan perlu musyawarah ini bisa kita selesaikan di Desa, bisa kita hadirkan umpanya pak Camat, Kapolsek, yang penting menyelesaikan itu memang caranya tepat. Arti caranya tepat itu, jangan ibarat kita ini membelah bambu itu yang satu di injak, yang satu di angkat. Jadi kita pertemukan," ujar H. Muaslam.
Terakhir ditambahkan Muaslam, "yang saya sayangkan tentang jalan itu. Kalau memanglah sudah diputuskan tentang berapa lebarnya jalan itu, tentu saya merasa sedikit protes. Kenapa saya protes, karena saya selaku Ketua BPD Desa ini tidak diajak dalam menentukan keputusan itu saat bermusyawarah, yang pertama memang saya diajak dan sudah saya berikan keterangan.
Bahwa jalan itu dibangun pada saat saya menjadi Kepala Desa, namun tahunnya saya lupa. Kalau saya jadi Kepala Desa akhir tahun 2007 - akhir 2013, nah dalam kurun waktu itulah jalan itu dibangun. Seyogyanya dalam memutuskan persoalan jalan itu, alangkah bagusnya saya juga diajak. Jadi disini yang membuat saya agak sedikit kesal, karena selaku saya Ketua BPD. Warga tempat dia mengadu adalah kepada BPD, urusan daripada masyarakat. Kayaknya saya lihat sekarang ini, kalau memang itu sudah ada keputusan nya. Tetapi warga masih tidak terima, masih banyak yang protes.
Inilah persoalan yang terjadi sekarang, mungkin apakah penanganan untuk menyelesaikan persoalan itu sudah tepat, ini yang perlu bersama - sama kita tela'ah. Baik itu dari Pemerintahan Desa, dari Pemerintah Kecamatan, ataupun penegakkan hukum.
Mari sama - sama kita tela'ah, apakah proses penyelesaian persoalan itu sudah tepat, kalau memang sudah tepat. Iya tidak masalah, tapi perlu di ingat. Saya selaku Ketua BPD, saya tidak ikut di dalam memutuskan persoalan itu. Karena saya tidak di ajak," tutupnya.
Di tempat terpisah, Kepala Desa Teratak Etak Murlizar, S. Sos, M.I.Kom, ketika dikonfirmasi awak media diruang kerjanya mengatakan, "ini berkali - kali kalau saya tidak salah sudah dua kali saya mendengar. Ini sempat pak H. Muaslam hadir dalam rapat pertama pada hari Jum'at, hadir juga pak Ali Umar.
Sempat menanyakan, bahwa pak Haji Muas pada saya menjadi Kepala Desa itu sudah dibangun. Namun di minta lagi pak Camat untuk mengklarifikasi ini pak Ali Umar pada saat itu, pak Ali Umar menyampaikan, betul.
Waktu itu dibangun pak H. Muaslam, namun beliau menyampaikan, itu tanah kami. Silahkan dibangun, nanti kalau kami sewaktu - waktu ingin menguasai nya. Kami kuasai, itu dibilang pak Ali Umar," terang Kepala Desa Teratak menirukan ucapan Ali Umar tersebut.
Lebih lanjut ditambahkan Kepala Desa Teratak, "tentunya kita di Desa ini mendengarkan curhatan masyarakat. Mungkin secara pemerintahan, pak Camat berpikir juga. Karena ini sudah ada juga kabarnya, pak Bupati nelpon pak Camat. Kalau jalan kita menuju akses ke rumah masyarakat disitu dan masjid, kita selain yang dua meter tadi. Kita juga punya jalan yang tidak terlalu jauh, ada lagi dua titik jalan lagi. Berarti ada tiga jalan dengan jalan itu, dan itu sangat bagus jalannya.
Namun karena sudah lama besar, mungkin ini yang buat masyarakat kecewa terhadap hal itu yang di keluarga pak H. Ali Umar yang membuat seperti itu. Saya secara pribadi, dengan kepala dingin bisa lembut. Kita berharap sebetulnya dari pak Ali Umar ini untuk bisa membangun di geserlah sedikit.
Saya secara pribadi bersama masyarakat sekitar disitu, tentunya sangat berharap terketuk pintu hati dari pak H. Ali Umar dan keluarga besarnya supaya lebih nyaman bisalah walapun membangun di tanah dia tersebut. Tapi untuk jalan janganlan sampai sekecil itu, bisa untuk menghibahkan. Sehingga iya bermanfaat dan dapat pahala disisi agama," pinta Etak Murlizar.